Selasa, 04 Juni 2019

Sepenggal kisah dibalik gunung Ebulobo. Sebuah catatan perjalanan Seminaris St. Paulus Mataloko angkatan 30


Sebelumnya, kegiatan live in kami terjadi di Labuan Bajo, namun ada satu dan lain hal, maka di batalkan. Live in di Labuan Bajo adalah impian kami untuk melihat biawak atau bahasa yang paling keren adalah komodo. Sudah satu bulan lebih kegiatan live in kami belum juga di umumkan semenjak pembantalan live in di Labuan Bajo. Kami para seminaris sudah mulai putus asa untuk keluar dari seminari ini, karena kegiatan live in kami belum juga diumumkan. Namun, Rektor kami berusaha untuk mencari jalan keluar untuk mendapatkan tempat untuk kegiatan live in kami. Hari yang di nantipun telah tiba. Siang ketika kami para seminaris hendak mau makan siang bersama, tiba-tiba saja kami melihat seorang Rektor kami yang wajanya penuh dengan kegembiraan, melihat itu di dalam hati kami mulai bertanya-tanya apakah kegiatan live in di jalankan atau tidak. Setelah makan siang, kami mendapatkan berita gembira, bahwa kegiatan live in kami dapat dijalankan. Dan tempat live in kami terjadi di paroki Wolosambi, tepatnya di satasi Majamere.

Majamere awalnya menjadi sebuah bahan pembicaraan bagi beberapa teman-teman seminaris dari luar kabupaten Nagekeo. Beberapa hari setelah diumumkan bahwa stasi majamere akan menjadi tempat kegiatan kami. Banyak teman-teman mulai bertanya-tanya tentang situasi stasi Majamere. Energy yang begitu besar berisi sukacita dan kegembiraan dilihat sangat jelas disetiap diskusi kami di kamar tidur maupun di kamar mandi, bisi-bisikan ataupun nyanyian kami dibalik kamar jemur juga, disetiap anak tangga yang kami lalui.
Hari yang dinantipun tiba. Siang itu 16 Mei 2019, kabut tipis menyelimuti Mataloko diiringi dengan hujan rintik yang berbenturan dengan atap rumah kami yang begitu sederhana ini bagaikan sebuah instrument yang begitu indah. Segala amunisi telah lengkap yang sudah disiapkan secara cicil  jauh hari sebelunya. Sebuah dump truck dan mobil pick up menanti di halaman seminaris, bunyi mesin yang dinyalakan om sopir meraung tinggi seolah-olah berteriak seperti seorang raksasa yang hendak memakan mangsanya.

Dari kejauhan mulai Nampak rumah-rumah dan sebuah kapela yang megah, berdiri kokoh menghadap kota wolosambi, dibalik keindahan itu ada sebuah gunung yang menjulang tinggi, nama gunung itu Ebulobo, gunung yang begitu indah, apalagi melihat secara dekat. Makin  lama makin mendekat dan pada akhirnya sampai juga di tempat tujuan kami, tempat dimana kami menanamkan seribu kenangan. Semua rasa lelah dan keringat yang mengguyur tubuh kami, segera lenyap di hembus similar udara segar pada sore itu. Indahnya panorama alam Majamere dan gunung Ebulobo yang memesona, menambah nikmatnya snack di sore hari. Banyak umat stasi Majamere berbondong-bondong datang menuju kapela dan menyambut kami seperti seorang presiden, karena dalam iringan langkah mereka diiringi dengan senyuman kebahagian dalam raut wajah mereka.
Kurang lebih 12 hari di stasi Majamere mengingatkan saya akan kampong halamanku. Di tempat ini ada banyak pengalaman yang saya dapatkan di tempat ini. Di sana ada perjumpaan dengan orang lain. Di sana ada kelelahan, di sana ada keringat bahkan di sana ada perjuangan yang membutuhkan banyak energi. Namun, pada akhirnya ada kebahagian, suka cita, decak kagum dan kegembiraan. Betapa tidak, gunung ebulobo menampilkan pesona kampung Majamere dan sekitarnya yang terpampang indah berlatarkan langit dan laut biru. Sebuah persembahan dari Tuhan untukku dan kawan-kawanku setelah kami lalui bersama – sama, berani mendaki gunung untuk
melihat keindahan alam. Menyusuri dan menemani setiap pijakan kaki, langkah demi langkah. Segala yang indah kembali akan menjadi kenangan yang terekam dalam memoriku, sebap waktunya mengharuskan kami untuk kembali kebilik dan merenungkan segala perjalanan yang telah saya alami.

Oleh : Fransiskus Vanlith Jallo
Asal : Nebe - Maumere
Calon Biarawan CSsR


Tidak ada komentar:

Posting Komentar